Susana Leonita B. S. Lamadoken
Siang ini matahari terasa begitu panas, tepat berada di atas kepala. Rasanya, ingin berada di kutub utara agar panasnya sedikit berkurang. Efeknya, seluruh pelajar SMAS Frater Don Bosco Lewoleba yang mengikuti pembelajaran shift kedua terlihat jenuh mengikuti pembelajaran.
Sama halnya bara panas matahari, semangat seorang ibu guru muda yang sedang mengajar tidak padam. Terdengar jelas dan lantang suaranya di salah satu ruang kelas.
Di kelas tersebut sedang dilakukan presentasi. Setiap kelompok terdiri atas dua orang. Saat presentasi sedang berjalan, salah seorang murid menyeletuk, “Ahhhh..... andai saya bisa menutup matahari dengan terpal, pasti negeriku tercinta ini akan sedikit lebih teduh.” Ucap Risko.
Mendengar ucapan Risko, suasana kelas yang tadinya hening berubah menjadi tawa. Ibu guru ikut tertawa. “Ini sedikit hiburan agar suasana kelas tidak terlalu hening seperti kuburan.” Kata ibu guru. “Oke, mari kita lanjutkan presentasi.” Ibu guru menambahkan lagi.
Presentasi kembali dilanjutkan, dan kali ini giliran presentasi kelompok terakhir.
“Karena semua kelompok sudah menyelesaikan presentasi, sekarang ibu minta kalian untuk membaca kembali karena waktu kita masih tersisa.” Kata ibu guru dengan pandangannya tertuju pada kami semua.
Saat semua orang sedang hening membaca kembali materi yang baru saja dipresentasikan, Ririn si gadis cantik yang suka ceplas-ceplos kalau bicara, terlihat sibuk menarikan penanya diatas kertas, tapi entah apa yang dia tulis. Nyatanya, dia sedang merenungkan pernyataan Risko tadi dan sontak ia berkata, “ Ibu, meskipun negeri kita ini sangat panas, tetapi saya bangga terlahir dan tumbuh besar di negara Indonesia.” Seisi ruang kelas menyahut dengat bertepuk tangan tanda bahwa mereka setuju dengan perkataan Ririn.
“Apa yang membuat kalian bangga terlahir sebagai orang Indonesia?” Tanya ibu guru. Pandangan kami semua kembali tertuju pada ibu guru dan sesekali melihat ke arah ririn yang duduk di bangku deretan paling depan.
“Karena Indonesia merupakan negara yang diperjuangkan dengan darah para pahlawan yang gugur di medan perang. Indonesia juga adalah negara yang kaya akan suku, ras, adat istiadat dan agama. Tanpa perjuangan para pahlawan mungkin kita tidak akan bisa merasakan kebebasan dari kemerdekaan seperti sekarang ini.” Ucap Ririn berusaha memberi penjelasan. Ia melanjutkan.
“Jika tidak ada pahlawan kita yang bernama Raden Ajeng Kartini, maka kita sebagai perempuan juga tidak mendapatkan hak kita sebagai perempuan.” Tambah Erika.
“Dengar anak anak. Yang pasti, semua pahlawan berjasa untuk negeri kita ini. Kita harus bangga sudah terlahir sebagai bangsa Indonesia.” Sahut ibu guru menambahkan.
“Tapi ibu......” Tiba tiba, semua orang sontak menoleh ke sumber suara. Ternyata suara tersebut adalah suara dari James, si anak laki laki yang terkenal cukup pendiam.
“Lanjutkan perkataanmu James...” Kata ibu guru.
Dengan sedikit gugup James berkata, “Tetapi ibu, apakah kita ini sudah benar benar merdeka?”
Mendengar perkataan James, seisi ruang kelas kembali terdiam. Seisi ruangan hanyut dalam keheningan. Sepertinya semua kami sedang berpikir keras dengan pernyataan yang baru saja disampaikan oleh James.
Melihat keheningan tersebut, dengan suara tenang dan pelan, Ibu berkata, “Ya. Kita ini jelas sudah merdeka dari penjajahan bangsa asing berkat perjuangan pahlawan kita. Tetapi, melihat keadaan sekarang ini, perjuangan kita belum selesai, karena semangat persatuan dan perjuangan sebagai sebangsa dan setanah air seperti para pahlawan kita yang dahulu, rasanya sudah semakin pudar.
Sebagaipenerus bangsa, kalian belum bisa merdeka atas diri kalian sendiri. Sekarang ini, kalian terlihat lebih suka berteman dengan handphone daripada berteman dengan buku. Ingat, bahwa kalian adalah penerus bangsa Indonesia di sepuluh tahun ke depan!
Perjuangan kalian belum selesai sampai di sini saja, belajar dengan sungguh-sungguh agar menjadi remaja yang berprestasi adalah salah satu bentuk kalian menghargai perjuangan para pahlawan. Tidak hanya melulu dengan prestasi, tetapi juga dengan meneladani semangat dan sikap para pahlawan.”
Mendengar perkataan ibu guru, semua siswa siswi yang ada di kelas merasa malu dengan diri mereka, karena ternyata yang ibu guru katakan barusan adalah kenyataan yang mereka alami. Pada hari itu, mereka semua berjanji akan menjadi remaja penerus bangsa yang bermanfat bagi diri sendiri dan orang lain karena perjuangan mereka belum selesai sampai di sini.
Jadilah yang pertama berkomentar di sini